Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali
Benarkah? Ariel
NoAH / Ariel PeterPan Masuk Hotel Prodeo Akibat Mafia Hukum?? [ Patut Dapat
Diduga / Modus Detected - Setelah Membaca
Biografi Seorang Yang Terlibat Dalam Kasus Tsb. ]
Seorang Profesor diantara konflik status:
antara Akademisi, Praktisi Hukum, dan Politisi?”
“Menggugat Seorang Profesor dengan Filsafat”
Rene
Descartes seorang Filsuf Perancis melemparkan diktum (ungkapan): “Cogito
ergo sum” “aku berfikir, karena itu aku
ada”.
Pertama penulis tidak dalam porsi memojokkan seseorang karena penulis tidak pernah sama sekali menunjuk langsung siapa yang dimaksud; biarkanlah para pembaca yang budiman yang menerka nerka sendiri; siapakah sosok yang dimaksud?
Sebelum
memulai goresan pikiran ini, sebelumnya penulis merasa adalah suatu keharusan
untuk memberitahukan bahwa: penulis tidak ada sangkut paut dan pula tidak
memiliki hubungan dan/atau kepentingan apapun dengan para aparat penegak hukum!
dan juga tidak memiliki hubungan khusus dengan para pejabat di lembaga peradilan
(penulis tidak memiliki kepentingan dengan para Polisi, para Jaksa, para Hakim,
para Politisi, dlsb; terutama patut dicamkan bahwa: penulis TIDAK memperoleh imbalan apapun, dari pihak manapun: baik dari sisi materi dan/atau jabatan! atas karya sampah ini!).
Tapi Rakyat Harus Tahu! karena?
Penulis
juga hanyalah seorang rakyat jelata, yang mencoba untuk meluruskan cara pandang
masyarakat dan/atau rakyat Indonesia mengenai apa itu “hukum?” dan apa itu “adil”
secara “hakikat dan mendasar!”.
Itulah
prolog pembukaan yang penulis rasa harus diuraikan terlebih dahulu, sebagai penepis
dan sekali lagi sebagai penegas bahwa “penulis
BUKANLAH orang-orangnya para aparat penegak hukum, dlsb., sebagaimana telah
diuraikan di atas.
Karena
bukan tidak mungkin akan muncul
praduga dalam benak seluruh pembaca; bahwa sipenulis (saya) adalah
orang yang mempunyai kepentingan dan telah/akan mendapatkan imbalan materi
dan/atau jabatan atas tulisan ini!
Sikap
Tindak seseorang berpredikat sebagai seorang profesor yang berada dalam
kebimbangan konflik status; terlepas dari apa maksud dan tujuannya;
sudah dipastikan akan berpotensi “membentuk opini publik” yang menyesatkan masyarakat
Indonesia dan bisa menjadi pemicu
munculnya gelombang pergerakan
anarkis rakyat yang”
terseret oleh opini yang hanya melihat dari kacamata Lawyer Oriented yang bukan tidak
mungkin dan patut diduga terkontaminasi racikan
bumbu kepentingan politik. Namun mudah-mudahan ini tidak benar adanya!
Niat untuk mengangkat dan
mengulas kasus ini sebenarnya telah terbersit dibenak penulis sejak lama,
terlebih Kasus Nazril Irham ini pula yang menjadi bahan skripsi yang
dipergunakan oleh penulis saat menyelesaikan studi hukum di Universitas
Suryadarma; salah satu kampus di Jakarta Timur milik Yayasan Adi Upaya milik
TNI AU di kawasan Halim Perdanakusuma.
Janggal Kasus Ariel Peterpan alias Ariel Noah Masih
Menimbulkan Tanda Tanya / Kontroversi Dan Benarkah?
Pergunjingan Awam Bahwa Nazril Irham Menjadi Korban Hukum / Jaringan
Mafia Peradilan? Terlebih Putusan / Vonis Kasus Tindak Pidana aSusila Tersebut Tidak
di Publikasikan Mahkamah Agung Republik Indonesia di web
putusan.mahkamahagung.go.id
Walau hari ini 21 Desember 2013 adalah rentang
waktu telah sangat lama berlalu apabila dihitung sejak kasus Ariel Noah alias
Ariel Peterpan mencuat ke permukaan, namun Kasus Tindak Pidana aSusila ini
masih meninggalkan luka bagi Ariel dan punggawa Grup Band Noah /
Peterpan, dan sekaligus PR bagi para penggelut profesi hukum, dan karenanya masih
sangat menarik untuk dibahas dan direview terlebih…
Penerapan Asas Retroaktif untuk sebuah kasus
yang tidak dalam rentang / BUKAN
EXTRA-ORDINARY CRIME
sebelumnya perlu disampaikan, bahwa tulisan yang
tertuang dalam jurnal picisan kali ini: adalah asli dari hasil
pemikiran penulis sendiri dan bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari
karya tulisan orang lain (bukan plagiat); dan belum pernah dipublikasikan
dimedia manapun juga!
Jika terdapat tulisan milik orang lain adalah
semata-mata hanya sebagai referensi kutipan pendapat para ahli untuk menjadi
daftar pustaka semata dan akan dicantumkan sumbernya secara jelas.
PRAKATA
Sebuah hal yang tidak dapat kita pungkiri
bersama; ada kebiasaaan buruk para pakar hukum dan/atau para sarjana
hukum; yakni kecenderungan berpikir politis tentang hukum / mengenai apa yang
dia inginkan dengan suatu ketentuan hukum, bukan apa yang diinginkan oleh
perumusan norma hukum itu sendiri!
Kecenderungan bersikap sebagai politisi hukum
daripada bersikap sebagai ilmuwan hukum; dapat dengan mudah kita jumpai;
misalkan para dosen yang terlibat aktif sebagai pengamat hukum; yang kerapkali
kritis menyindir pesimis akan nasib penegakkan hukum Indonesia (tidak semua
dosen), apalagi para dosen yang termasuk kalangan aktivis lapangan; cenderung
bertindak sebagai sarjana patriotis yang ingin memperjuangkan norma-norma
agar dapat turut memperbaiki hukum (NAMUN TIDAK MEMBERIKAN SUMBANGSIH /
KONTRIBUSI YANG NYATA, TIDAK BERUPAYA MENYAMPAIKAN HAL-HAL DIMAKSUD DALAM
MEDIA MASSA, dan cuma berceloteh dikelas yang notabene lingkup rentang
pendengar/pembacanya SANGAT TERBATAS); yang kerap dituding seringkali
mencederai rasa keadilan! biasanya kecenderungan seperti itu terbungkus rapi
dengan mendasarkan diri pada teori-teori pseudo yang bersifat ilmiah.
Perlu diingat & camkan; “semestinya sebagai
seorang ilmuwan hukum adalah harus memandang hukum apa adanya; dan bukanlah
memandang hukum dengan kacamata politik! Hal inilah sebenarnya yang membedakan
seorang ilmuwan hukum dan seorang politisi hukum!“ (pesan & nasihat
yang sangat berharga dari YTH Bapak Taufik H. Simatupang, S.H., M.H.;
salah satu dosen yang Luar Biasa yang menggembleng pola pikir penulis).
Demikian pula pandangan pengamat hukum yang
dengan sinis mengatakan; kerapkali terlihat sebuah peraturan perundang-undangan
memang sengaja dibuat dengan celah-celah; agar dapat memberikan keleluasaan
bagi para pelaku tindak kejahatan dan pelanggaran.
Penulis memang tidak menyangkal akan
keberadaan celah-celah tersebut; namun hemat penulis:
“Pendapat tersebut adalah suatu opini yang kurang
dapat dipertanggungjawabkan; karena hanya melempar hal tersebut tanpa
berupaya MEMBERIKAN SOLUSI, terutama disampaikan dengan salah satu cara: mengkritik
terbuka kepada pemerintah melalui jurnal terbuka di media massa, seperti Kompasiana.Com ini, karenanya
penulis sangat berterima kasih kepada pihak Kompas atas website Kompasiana.com
ini “
Kembali kepada permasalahan adanya celah atau
tidak pada suatu peraturan perundang-undangan, perlu digaris bawahi; betapapun
baik dan lengkapnya sebuah peraturan perundang-undangan (hukum); dengan
perubahan jaman yang cepat, sudah bisa dipastikan hukum juga dituntut
untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman. Karenanya; bagaimanapun
lengkapnya sebuah peraturan perundang-undangan, TIDAK MENJAMIN sama sekali; bahwa aparat
penegak hukum dapat dengan mudah menegakkan hukum terkait bidang hukum
bersangkutan; bisa terjadi kesalahan penerapan hukum yang dilakukan oleh para
penegak hukum dalam tingkatan yudikatif, dalam hal ini pengadilan yang
merupakan titik akhir Lembaga Yudikatif; tentunya dengan notabene dan/atau
tanda kutip “dalam topik pembahasan yang menyampingan Hak Yudikatif Lembaga
Eksekutif”.
Pelaksanaan kekuasaan kehakiman merupakan sebuah
topik yang selalu menarik untuk diperbincangan; seiring dengan meningkatnya
kesadaran hukum masyarakat menuntut penegakan hukum dan keadilan,
meskipun antara norma hukum dan keadilan adalah suatu hal yang berbeda.
Secara konseptual perlu dipahami dan disadari
bahwa prinsip hukum adalah kesamaan, sedangkan prinsip keadilan adalah
ketidaksamaan.
Namun keduanya harus disinergikan/dipadukan,
sehingga setiap aturan hukum harus mengandung prinsip keadilan, demikian pula
setiap upaya memperoleh keadilan harus diatur dalam hukum.
Dalam teori keadilan sebagaimana dikemukakan
bahwa oleh Arsitoteles dan Adam Smith;
keadilan dibedakan menjadi justitia comutativa
dan justitia distributive; keadilan komutatif meliputi kesetaraan,
keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu pihak dengan pihak lain, konsep
yang memberikan pemahaman tentang bagaimana pemberlakuan sesuatu berdasarkan
kesamaan dan ketidaksamaan. ( Lihat Laporan
Penelitian “Mahkamah Agung Sebagai Judex Juris Ataukah Judex Facti:
Pengkajian Asas, Teori, Norma Dan Praktek”, Jakarta:
Pusat Penelitian & Pengembangan Hukum Dan Peradilan Mahkamah Agung Republik
Indonesia,
2011 ).
Sangat disadari bahwa jurnal picisan ini masihlah sangat jauh
dari kesempurnaan, untuk itu; segala kritik dan masukan nasihat yang
membangun sangat diharapkan dari semua pembaca untuk perbaikan dimasa mendatang.
Dengan memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha
Esa; semoga kelak jurnal ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu hukum
Wa Billahi Taufiq Wal Hidayah.
Bandung,
Sabtu, 21 Desember 2013.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penegakan hukum adalah merupakan hal tersulit
dalam sebuah sistem hukum. Sebait kalimat tersebut bukan tanpa alasan dan bukan
tanpa dasar sama sekali, betapa tidak? tak sedikit masyarakat Indonesia menuding Hukum di Tanah Air hanya
milik orang-orang/pribadi-pribadi berkantong tebal saja, atau dengan kata lain
mayoritas masyarakat Indonesia
beranggapan Hukum di Indonesia telah menjadi impoten dan hanya menjadi
barang mati yang tidak dapat berbuat apa-apa bagi masyarakat.
Misalkan beberapa kasus hukum
yang pernah mencuat dan diangkat menjadi topik hangat dalam berbagai
pemberitaan berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik; seperti halnya kasus
nenek Minah yang dihadapkan ke meja hijau lantaran didakwa mencuri 3 (tiga)
buah kakao, kasus sandal jepit bolong Hamdani, dlsb. Namun lebih
daripada itu; apakah kesemuanya itu ditayangkan dalam proposi yang seimbang?
dan terutama apakah bebas dari pengaruh intervensi kacamata politik?
Perkembangan suasana politik ditanah air tak
terlepas dari berbagai permasalahan-permasalahan hukum yang menjadi fokus
perhatian masyarakat, tak dapat penulis pungkiri; adanya hal-hal yang bermula pada
kasus hukum namun seringkali dimanfaatkan oleh berbagai pihak demi memuluskan
agenda-agenda politik pihak-pihak tertentu.
Hal ini disebabkan karena mayoritas penduduk Indonesia
adalah awam akan hukum. Hal inilah yang memuluskan agenda propaganda berbagai
pihak yang tidak senang dengan pemerintah yang status quo; melancarkan politik
berselubung hukum. Praktik-praktik seperti inilah yang mengotori hukum dengan
nuansa politik, memperkosa hukum, menyudutkan para pejabat hukum dengan agenda
propaganda politik.
Memang penulis tak menyangkal bahwa hukum adalah
produk politik; namun opini itu hanyalah boleh dilemparkan oleh seseorang yang
berpikiran sempit tentang hukum. Ranah yudikatif tidak boleh terseret dan
dipersalahkan dalam penegakan hukum dilapangan, dengan membawa kasus ke ranah politik;
karena ranah penegakan hukum adalah murni ranah yudikatif.
Dalam tulisan kali ini, penulis berusaha mengajak
seluruh para pembaca yang budiman untuk mencoba memancang “hukum” dari
“kacamata hukum itu sendiri” dan jangan terpengaruh dari pola pikir ala politis yang ujungnya adalah
memberikan penghakiman “aparat penegak hukum (Hakim) adalah hanya corong dari
undang-undang” tanpa didasari dengan sebuah penelitian hukum.
Penulis mulai tergelitik untuk memulai penelitian
ini saat membeli dan membaca beberapa buku yang didapatkan pada sebuah toko
buku besar di Jakarta, beberapa diantaranya adalah karya O. C. Kaligis,
dan beberapa diantaranya adalah karya Frans Hendra Winarta; namun dari
salah satu buku yang paling menarik perhatian penulis adalah buku yang
berjudul: “Kejahatan Jabatan Dalam Sistem Peradilan Terpadu”, dan buku
yang berjudul: “Deponeering Teori dan Praktik”; keduanya diterbitkan
oleh PT. Alumni.
Sebait pepatah tua mengatakan bahwa “kita bisa
mengenal sosok pribadi seseorang melalui hasil karya tulisannya”. Pepatah
tua tersebut bukan hanya omong kosong belaka.
Secara singkat kedua buku tersebut;
memperlihatkan cara pandang dari sisi Lawyer
Oriented; yang menuding kepada keadaan dan situasi penegakan hukum
di Indonesia
yang kemudian menghakimi bahwa telah terjadi banyak penyesatan dan kejahatan
jabatan yang terjadi, namun tidak mendapatkan perhatian serius pemerintah. Hal
tersebut menurut penulis adalah merupakan penyesatan publik dan
merupakan upaya melakukan pembunuhan karakter lembaga peradilan di Indonesia
tercinta kita ini, karena tidak didasari oleh suatu penelitian hukum.
Penelitian kali ini bermula dan terpicu buku yang
karya O. C. Kaligis, yang menampilkan abstrak singkat pada (cover) sampul
halaman belakang (O. C. Kaligis, Kejahatan
Jabatan Dalam Sistem Peradilan Terpadu, Bandung:
Alumni, 2011, hlm. sampul belakang). dengan pemilihan kosakata-kosakata
yang membunuh karakter lembaga peradilan.
Sungguh sangat disayangkan; kalimat-kalimat
dilontarkan oleh seseorang super senior yang telah malang
melintang dirimba persilatan hukum tanah air; karena sebagaimana seperti yang
telah diuraikan sebelumnya; adalah sebuah bentuk penghakiman yang menyatakan
“sudah tidak ada keadilan di Indonesia!”
namun benarkah demikian adanya?.
Jika memang benar tuduhan dan tudingan tersebut, siapa
sajakah yang terlibat dalam praktek tersebut? Mari
kita simak bersama-sama!
B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah
Salah satu bab dalam buku Kejahatan Jabatan Dalam Sistem Peradilan Terpadu
tersebut mengulas mengenai perkara àsusila Nazril Irham vokalis band Noah alias
Ariel Peterpan;
yangmana kasus ini sempat hot dan masih menjadi
pembicaraan dimasyarakat; karenanya terpilih oleh penulis sebagai bahan kajian
dan diangkat sebagai tema dan topik dalam penulisan kali ini.
Tema dan topik liar secara umum dalam tulisan
kali ini adalah:
“Apakah benar? telah terjadi
praktik kejahatan jabatan dalam sistem peradilan terpadu?”
kemudian dikarenakan adanya harapan penulis bahwa penelitian kali ini bisa
dijadikan sebuah bahan masukan bagi masyarakat luas, maka penulis lebih
memfokuskan lagi tema dan topik yang lebih mengarah pada kasus terpilih; lebih lanjut
dirasa dan disadari oleh penulis diperlukan adanya perumusan dan pengerucutan
masalah. Karenanya dalam penulisan dan penelitian dalam tulisan kali ini;
dipilih judul:
“Penerapan Retroaktif Perkara
Àsusila Nazril Irham Noah alias Ariel Peterpan”
Karenanya untuk itu diperlukan sebuah perumusan dan pembatasan masalah tema,
guna mendapatkan hasil akhir yang memenuhi kriteria dan standar penulisan
sebuah jurnal. Dalam melakukan penulisan dan penelitian lebih lanjut perlu
adanya pembatasan masalah yang dilaksanakan dengan terarah dan tepat sasaran,
oleh karenanya permasalahan harus dirumuskan dengan jelas.
Berdasarkan tema dan topik terkait delik àsusila
Nazril Irham vokalis band Noah alias Ariel Peterpan, terkait judul “Penerapan
Retroaktif Perkara Àsusila Nazril Irham Noah alias Ariel Peterpan”, untuk
itu penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
- Bagaimanakah Metode Penelitian Hukum Tim Majelis
Hakim perkara àsusila Nazril Irham Noah alias Ariel Peterpan? Terkait saat
menjatuhkan vonis / putusan?
- Bagaimanakah proses Penalaran dan Argumentasi
Hukum Tim Majelis Hakim; saat menerapkan pasal pornografi pada
delik àsusila Nazril Irham vokalis band Noah alias Ariel Peterpan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
- Untuk mengetahui Metode Penelitian Hukum yang
dipergunakan Tim Majelis Hakim perkara àsusila Nazril Irham Noah
alias Ariel Peterpan; fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui
pisau analisis hakim saat menjatuhkan vonis/putusan.
- Untuk mengetahui proses Penalaran dan
Argumentasi Hukum Tim Majelis Hakim; terkait penerapan pasal
pornografi pada delik àsusila Nazril Irham Noah alias Ariel Peterpan.
Terutama untuk mendapatkan
fakta kebenaran sesungguhnya apakah penerapan pasal tersebut adalah merupakan pelanggaran kepada Asas Non-Retroaktif; yangmana
sempat membuat heboh percaturan hukum tanah air, karena banyaknya opini
kontroversial para pakar dan praktisi hukum yang menyatakan bahwa vonis hakim tersebut adalah merupakan sebuah bentuk
pemberontakan dan/atau pemerkosaan hakim
kepada hukum acara pidana.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam karya ini adalah untuk mengajak seluruh para
pembaca yang budiman untuk mengetahui apakah benar
telah terjadi praktik-praktik kejahatan jabatan dalam sistem peradilan terpadu?
Karena sudah bisa dipastikan sangat banyak
kritikan pedas yang menuding hal tersebut telah terjadi; yang juga dapat
dipastikan akan memberikan dampak dan pengaruh sosiologis terhadap masyarakat Indonesia,
serta secara rinci kiranya dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
- Penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala
berfikir masyarakat awam-hukum
dan masyarakat hukum-awam
[praktisi hukum non-hakim], proses metode penelitian hukum majelis hakim dalam
menjatuhkan vonis/putusan pada sebuah kasus.
- Tulisan ini juga diharapkan dapat meluruskan
pandangan/mengarahkan cara berfikir seluruh masyarakat; baik masyarakat awam-hukum dan masyarakat hukum-awam [praktisi hukum
non-hakim], bagaimana cara menempatkan / memposisikan diri secara proporsional,
dalam mengamati suatu perkara dan kasus hukum agar hasil pengamatan yang
dilakukan bersifat netral dan tidak
berpihak/tidak memposisikan diri pada salah satu pihak dalam suatu perkara dan
kasus hukum yang sedang diamati.
- Serta menjadi bahan bacaan para rekan-rekan mahasiswa/i
hukum,agar bisa secara mandiri mengamati benar
atau tidaknya, terkait banyaknya tudingan para akademisi hukum
bahwa “hakim hanyalah corong dari undang-undang!”; baik diberbagai media massa
ataupun lokasi lain; terkait tujuan hukum yang menjadi tujuan akhir dari hukum
itu sendiri.
- Penulisan dan penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan bacaan bagi segenap Bangsa Indonesia; karena dalam pengamatan penulis; sangat
jarang sekali tulisan-tulisan para pengamat hukum yang
mengangkat sebuah kasus dengan menempatkan diri secara netral dan
proporsional yang tidak berpihak pada salah satu pihak (tidak menjadi
simpatisan); khususnya terkait jurnal-jurnal dan/atau skripsi-skripsi para
mahasiswa/i hukum yang cenderung memposisikan
diri sebagai salah satu pihak dalam penelitian yang sedang dibuatnya.
- Penelitian ini juga diharapkan dapat mengajak seluruh
pengamat hukum untuk menganalisa hukum secara hakikat dasar [filosofi],
dan/atau dengan kata lain; mengamati suatu permasalahan hukum dengan penalaran
dan argumentasi hukum yang sebagaimana mestinya; bukan sebagai
simpatisan salah satu pihak dalam perkara dan/atau kasus hukum, karena banyaknya
tulisan para pengamat hukum yang finalnya tidak lebih hanya sebagai
“legal memorandum” belaka, melenceng
dari kriteria sebuah penelitian hukum yang
seharusnya berdiri dari sudut pandang yang netral.
- Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dibidang
sosial kemasyarakatan khususnya bidang ilmu hukum.
- Dapat memberikan literatur baru bagi daftar kepustakaan
kepada peneliti lain yang tertarik pada bidang hukum dengan konsentrasidibidang
penalaran dan argumentasi hukum terutama dengan permasalahan serupa.
- Mampu meningkatkan pemahaman dan kemampuan berfikir
secara ala hukum yang hakiki dan sejati para akademisi dan/atau masyarakat Indonesia dalam
hal mengamati perkara dan kasus hukum yang merebak didunia peradilan.
- Memberikan pelajaran bagi penulis untuk belajar
menghargai sejumlah kesulitan yang timbul dalam proses pengambilan keputusan
para hakim dalam hal menjatuhkan vonis kepada terdakwa secara realita.
- Dapat
mengasah kemampuan penulis dalam menyusun dan menulis sebuah penelitian hukum.
E. Metodologi Penelitian
Metode penelitian adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan mengenai tata cara
pengumpulan, pengolahan dan konstruksi data yang bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten; yang berfungsi sebagai
pedoman dalam melaksanakan penulisan, adapun penulisan ini adalah penelitian hukum
normatif yang dilakukan penulis dengan cara:
1.
Teknik Pengumpulan Data Dan Tipe Penelitian;
Tipe Penelitian yang digunakan dalam
penulisan kali ini adalah penelitian yang dilakukan dengan menggunakan studi /
penelitian kepustakaan (library research) terhadap bahan-bahan pustaka/data
sekunder; mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tertier; seperti asas-asas hukum, undang undang, buku-buku hukum karangan
penulis-penulis hukum ternama, bahan catatan perkuliahan, dlsb, yang telah
ditelusuri/ditelaah dan dianalisis; kemudian dikarenakan penelitian kali ini
adalah terhadap asas-asas hukum yang bertujuan menemukan asas hukum atau hukum
positif yang berlaku; maka tipe penelitian ini lazim disebut penelitian hukum doktrinal
(Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,
Jakarta: Sinar Grafika, 2010).
2.
Jenis Data dan Sumbernya;
Sebagaimana telah dituliskan dalam poin nomor 1 di atas terkait tipe
penelitian sebelumnya; bahwa jenis data yang digunakan adalah data sekunder;
yakni dengan metode penelitian kepustakaan / library research,
yang ada berkaitan dengan penulisan ini; adapun meliputi (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
Normatif ~ Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:
Rajawali Pers, 2011) :
a) Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer yang digunakan
penulis adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat bagi individu
dan masyarakat yakni:
- Peraturan Perundang-Undangan; dan
- Putusan / Vonis Hakim.
Adapun terkait penelitian ini, Bahan
Hukum Primer yang digunakan adalah:
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP);
(2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP);
(3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pornografi;
(4) Ketentuan perundang-undangan
koheren lain terkait.
b) Bahan Hukum Sekunder
Merupakan bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan
membantu penulis dalam menganalisa dan memahami bahan bahan hukum primer,
seperti:
(1) Penjelasan Undang-Undang terkait;
(2) Buku-buku Hukum karangan
penulis-penulis ternama;
(3) Jurnal-Jurnal Hukum, Surat kabar;
(4) Diktat prajabatan calon
hakim, diktat prajabatan calon jaksa.
c) Bahan Hukum Tertier
Bahan Hukum Tertier yang digunakan:
(1)
Kamus Hukum;
(2)
Kamus Besar Bahasa Indonesia;
(3)
Pedoman EYD 2009.
3.
Analisis Data
Sifat Penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif
analitis; yang menggambarkan dan menyajikan asas-asas hukum; Kemudian
Analisis Data dilakukan dengan deskriptif kualitatif untuk
menemukan jawaban; dengan melakukan analisa terhadap Prinsip-Prinsip
Keberlakuan Hukum Universal, dan juga kepada Principle Of Morality Internasional serta Volksgeist / Grundnorm Bangsa
Indonesia; yang telah diperoleh untuk mendapat suatu kesimpulan secara
keseluruhan.
Di bawah ini masih dalam penulisan:
Judul
yang dipilih oleh penulis tidaklah sama sekali menghakimi dan/atau memojokan
seseorang; terlebih sangatlah jauh dari upaya untuk mengarahkan opini
seseorang; karenanya judul yang dipilih bernada HERAN dan BERTANYA?
Benarkah? Ariel NoAH /
Ariel PeterPan Masuk Hotel Prodeo Akibat Mafia Hukum?? [Modus Detected -
Setelah Membaca Biografi seseorang]
pada
kesempatan kali penulis mencoba untuk menggali kejanggalan kejanggalan dalam
kasus Ariel PeterPan alias Ariel Noah, karena suatu hal yang sangat TIDAK MASUK
AKAN, seseorang dengan predikat seorang profesor tidak mengerti dan/atau
tidak bisa membedakan
ANTARA:
Kompetensi Absolut versus Kompetensi Relatif
Kasus
Ariel memang sudah dibilang basi untuk dibahas, namun
apabila penulis mencoba mengajak seluruh sobat pembaca untuk mencoba
menggunakan nalar dan logika; maka kiranya, sobat pembaca semua akan mulai
tercerahkan nanti setelah membaca jurnal kacangan ini....
dan mengerti dimanakah
TITIK KEANEHAN dalam kasus Ariel PeterPan alias Ariel Noah ini....
Mari
kita simak bersama....
Bersambung....
masih dalam tahap
editing....
sabar yah....
Link URL asli:
http://www.irwanlaw.com/jurnal-bebas/benarkah-ariel-noah-ariel-peterpan-masuk-hotel-prodeo-akibat-mafia-hukum-modus-detected---setelah-membaca-biografi-seseorang